Use this space to put some text. Update this text in HTML

Space Iklan

.

Text Widget

Pages

Powered by Blogger.

Social Icons

Followers

Featured Posts

Thursday, December 26, 2013

Bacaan untuk mimpi Rasulullah SAW

Dalam sebuah majelis Habib Ali memberi ijazah bacaan sholawatnya yang berbunyi :
اللهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا محمد مِفْتَاحِ باَبِ رَحْمَةِ اللهِ عَدَدَ مَا فِي عِلْمِ اللهِ صَلَاةً وَ سَلَامًا دَائِمَيْنِ بِدَوَامِ مُلْكِ الله.
Bacaan sholawat diatas sangat teruji untuk mimpi bertemu Rasulullah SAW, telah mencobanya sekelompok orang dan akhirnya mimpi bertemu Rasulullah SAW.

Adab Ketika Ziaroh Berhadapan dengan Wali Allah

Di dalam qashidah “Uktum Hawana” karya Syekh Abubakar bin Salim terdapat bait-bait berikut ini:

“Simpanlah apa yang aku senangi, jika kamu mengharapkan ridhaku. Jangan sampai disebar-sebarkan rahasiaku kepada orang selain kami.”

Kami di sini yang dimaksud adalah para auliya’. Dan Syekh Abubakar bin Salim adalah pemimpinnya.

“Kamu harus tawadhu’ kepada kami kalau kamu ingin berhubungan dengan kami. Tinggalkan segala keinginan kamu kalau kamu ingin keinginanku.”

Jadi di hadapan auliya’ harus kosong, tidak ada kesombongan (kibr) sedikitpun, harus tawadhu’ Jangan ingin macam-macam,yan­g akhirnya kamu tak mendapatkan berkah. “Baghoina fulus, bghoina tajir, ingin uang banyak”. Jangan minta apa-apa! Nanti dia akan mengisi sebagaimana yang dia harapkan. Harapan kamu itu harapan remeh, sedangkan harapan dia untuk kamu adalah harapan yang besar. Jangan kamu berharap bagaimana kamu dapat uang banyak, rizkinya banyak, dll. Kosongkan hati kamu, baru nanti akan diisi asrar oleh mereka.

Kenapa? Harapan dia untuk diri kamu, yang diharapkan oleh auliya’, yang diinginkan auliya’ untuk diri kamu itu lebih besar dari apa yang diharapkan kamu untuk diri kamu. Jadi di hadapan mereka mestinya diam saja. Lebih baik kamu jadi tong kosong. Tong kosong tapi jangan nyaring bunyinya. Jadi perlu untuk farogh, perlu bersih hati, jangan berharap apa-apa.

Saya ingin ini, ingin itu, tidak usah kepingin sudah. Buang itu kepingin, tapi katakan dalam hati kamu: “Saya ingin yang diingini oleh wali ini. Saya ingin apa yang diingini oleh orang ‘arif ini”, niscaya kamu akan sampai seperti mereka nanti.

Syeikh Abu Yazid al-Busthami berkata: “Lau i’taqodtum anna al-bissa ta’kulu al-faaroh bighoiri idznii, maa ahsantum adz-dzonn bii.” (Wahai santriku, kalau seandainya kamu masih meyakini ada kucing makan tikus bukan karena perintahku, bukan karena idzinku, berarti kamu masih belum husnudzdzon kepadaku).

Pasrah total saja kalau sama auliya’. Kalau disuruh nyebur sumur, nyebur. Seperti Syeikh Umar Bamakhromah dengan Syeikh Abdurrahman al-Akhdhor, disuruh melemparkan diri dari gunung.

Ingin asrar, ingin sirr gitu, tidak gampang. “Harus ujian.” “Ya kher.” “Siap ente diuji?” “Siap”.

Kamu naik ke gunung lemparkan dirimu dari atas gunung. Kalau kita kan berfikir: “Maghrum..” Harus dibuang itu segala keraguan, segala keinginan kalau kepada syaikhul ‘arif. Sampai di atas, ia lihat batu-batuan di bawahnya, merem terus dilemparkan dirinya. Tidak ada lecet meskipun sedikit. Datang kepada gurunya ditanya: “Terbuka mata atau merem?” “Merem.” Disuruh balik lagi dengan mata terbuka. Jadi tak gampang.

Justru itu kalau di hadapan seorang wali, jangan punya keinginan apa-apa. Harapkan dari kamu: “Saya ingin seperti apa yang diingini wali itu”, nanti akhirnya mendapatkan sesuatu yang besar.

(Dikutip dari Rouhah al-Habib Taufiq bin Abdulqadir Assegaf Pasuruan)

Kumpulan Status Islami Bag 1


  • Orang muslim yang paling baik bukanlah mereka yang tak pernah berbuat kesalahan (karena kita pasti berbuat salah). Namun mereka yang tiap kali berbuat kesalahan dia sadar dan berusaha bertaubat kemudian mengganti dengan perbuatan baik. Mulai sekarang biasakan apabila kita terlambat sholat subuh maka kita akan mengganti kesalahan kita dengan memperbanyak sholat sunnah di hari itu. Begitu juga dengan kesalahan kita yang lain, biasakan hal itu supaya kita bisa menjaga diri dari perbuatan dosa dan menimbulkan rasa penyesalan karena berbuat dosa.
  • Seorang murid yang sejati adalah yang bisa menggali makna terpendam dari semua tindakan Gurunya (Syeikhnya). (Wasiat Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi)
  • Kelak orang-orang bodoh tidak akan ditanya mengapa mereka bodoh, tetapi yang berilmu akan ditanya mengapa membiarkan yang bodoh tetap dalam kebodohan. Tumbuhkan semangat dalam hati kita untuk mencerdaskan umat. Adakan kajian ilmu di rumah, kantor, sekolah, kampung dan lain-lain, atau ajak teman, kerabat dan tetangga anda untuk rajin menghadiri majelis ilmu. Maka anda akan termasuk sebagai orang yang memperjuangkan misi Nabi Muhammad shallallhu alaihi wasallam. 
  • Jika yang memberi pahala adalah Allah, maka apa artinya motivasi selain karena Allah? Jika segala puji hanya milik-Nya, maka untuk apa mengharap pujian makhluk? Jika selain Allah adalah makhluk yang sama dengan kita, maka apa alasan bergantung kepada mereka? Ya Rabb jadikan kami hanya butuh kepadaMU. 
  • Barangsiapa yang menginginkan kedudukan di sisi Allah, maka janganlah menginginkan kedudukan di sisi makhluq.
  • Ketika engkau ingin menjadi orang yang baik, pasti akan banyak orang yang meremehkan, mencaci dan memusuhimu. Tapi jangan pernah engkau mundur selangkahpun karena itu semua bagaikan pupuk yang akan menyuburkan tanaman. Pupuk sekalipun najis dapat berfungsi menyuburkan tanaman. Perlakuan buruk orang kepadamu akan menjadikan dirimu orang yang mulia di hadapan Allah. (Habib Taufiq Assegaf )
  • Sesunggunnya make up dan perhiasan tidaklah menambah kecantik bagi wanita yang cantik.. Make up dan perhiasan hanya menambah kecantikan bagi wanita yang tidak cantik.. Jadi pada hakekatnya hanyalah menutupi kejelekan.. (Ustadz Taufiq Assegaf)
  • Karomah atau kekeramatan bukanlah seseorang yang bisa terbang (burung aja juga bisa) tapi karomah adalah istiqomahnya para Ulama dan Auliya' yang mendidik muridnya yang jahil (bodoh) hingga bisa menjadi Ulama. Dan karomah yang macam inilah yang kita butuhkan saat ini.
  •      

Seputar Hukum Mengucapkan Selamat Natal

Mereka berkata :
Pada prinsipnya, umat Islam boleh KAPAN SAJA merayakan Hari Kelahiran seorang Nabi atau Rasul, termasuk Hari Lahir Nabi 'Isa as, untuk memuliakan mereka para Utusan Allah SWT. Maka, tidak ada masalah memperingati Hari Lahir Nabi 'Isa as pada tanggal 25 Desember atau tanggal lainnya, walau pun tanggal Lahir Nabi 'Isa as masih diperdebatkan kalangan Kristiani sendiri.

Hanya saja, peringatan Hari Lahir Nabi 'Isa as pada tanggal 25 Desember lebih tepat untuk membangun toleransi antar umat beragama dalam rangka menyuburkan keharmonisan hubungan Islam - Nashrani.

AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH ASLI MENJAWAB :
Justru, merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as bersamaan dengan umat Nashrani pada tanggal 25 Desember menjadi MAZHONNATUL FITAN (sumber fitnah) yang sangat berbahaya, antara lain :

a. Justifikasi kebohongan umat Nashrani dalam penetapan tanggal Hari Lahir Nabi 'Isa as.
b. Justifikasi kesesatan keyakinan umat Nashrani yang merayakan Natal sebagai Hari Lahir Nabi 'Isa as sebagai ANAK TUHAN.
c. Membuat BID'AH DHOLALAH karena merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as dengan dasar INFO FIKTIF NASHRANI.
d. Pencampur-adukkan aqidah haq dengan bathil.
e. Menjerumuskan kalangan awam dari umat Islam yang kebanyakan lemah iman.
f. Pelecehan terhadap kemuliaan Nabi 'Isa as, karena Hari Lahirnya dirayakan dengan Data Dusta, ditambah lagi dibarengi dengan umat Nashrani yang merayakannya sebagai Hari Lahir Anak Tuhan.

Dengan demikian, merayakan Hari Lahir Nabi 'Isa as pada tanggal 25 Desember bukan bentuk toleransi antar umat beragama, tapi bentuk pencampu-adukkan aqidah yang sangat dilarang dalam Islam. Dan itu tidak akan menyuburkan keharmonisan hubungan antar Islam - Nashrani, tapi akan menyuburkan PENDANGKALAN AQIDAH yang bisa mengantarkan kepada pemurtadan.

Sikap umat Islam yang tidak mengganggu umat Nashrani dalam merayakan Natal, dan ikut menjaga kondusivitas suasana dalam masa Natal dan Tahun Baru, serta memberi kesempatan kepada mereka merayakannya secara semarak di berbagai tempat, mulai dari Gereja, Pabrik, Kantor hingga Istora Senayan, sebenarnya sudah LEBIH DARI CUKUP sebagai bentuk toleransi mayoritas Muslim kepada minoritas Nashrani di negeri Indonesia tercinta ini.

Sumber : Facebook Habib Muhammad Husein AlHabsyi

Hukum Mengucapkan Selamat Natal Bagian 1

Hukum Mengucapkan Selamat Natal

Setiap muslim meyakini bahwa Nabi Isa adalah hamba Allah . Sesuai dengan pengakuan Nabi Isa dalam Al Quran :
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آَتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا [مريم/30]
Artinya :
“Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi.”
Seorang muslim pasti merasa senang dengan kelahiran Nabi Isa , karena dengan lahirnya Beliau maka semakin bertambah jumlah para penebar misi tauhid di muka bumi. Akan tetapi pandangan kaum nasrani mengenai Nabi Isa tidak sama dengan pandangan kita, mereka meyakini bahwa Nabi Isa (Yesus) merupakan anak tuhan. Meyakini bahwa tuhan memiliki keturunan merupakan bentuk kekufuran yang nyata dan melenceng jauh dari faham tauhid yang kita yakini.
Ketika kita mengucapkan selamat natal pada seorang nasrani—meskipun alasan kita adalah menyambut kelahiran Nabi Isa — kita telah melakukan kesalahan dalam mengungkapkan rasa senang kita. Karena penganut nasrani tersebut akan merasa pandangannya diakui, berarti secara tidak langsung kita telah mendukung pandangan mereka. Bahkan jika ucapan tersebut secara sadar dibarengi dengan keridhaan pada pandangan mereka, ini bisa menghantarkan pengucapnya kepada kekafiran, karena ridha dengan kekufuran adalah kufur.
Selain itu pernyataan kaum nasrani bahwa Nabi Isa lahir di hari natal adalah pernyataan yang tidak berdasar, karena bertentangan dengan fakta sejarah. Jadi bukan pada tempatnya jika seorang muslim menyambutnya sebagai hari kelahiran Nabi Isa . Lagipula ucapan selamat natal termasuk bentuk pengungkapan rasa cinta kita pada kaum nasrani padahal Al Quran telah melarang kita untuk mencintai mereka. Allah berfirman :
لا تجد قوما يؤمنون بالله واليوم الاخر يوادون من حاد الله و رسوله
“ Tidak kamu temukan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mencintai orang-orang yang menentang Allah dan Rasulnya…”(1)(Al Mujadilah: 22)
Begitu juga telah datang larangan dari Rasul untuk ikut mendukung keramaian kaum non- muslim sebagaimana sabda Rasul :
من كثر سواد قوم فهو منهم
“Setiap orang yang meramaikan suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut”
Pengucapan natal juga bisa dikategorikan sebagai bentuk meniru-niru kaum nasrani. Dan Hal ini juga telah dilarang oleh Rasul dalam sabdanya:
من تشبه بقوم فهؤ منهم
“Setiap orang yang meniru-niru suatu kaum, maka orang tersebut termasuk di dalamnya.”
Oleh karena itu —apapun alasanya— mengucapkan selamat natal bagi seorang muslim haram hukumnya.

Hukum Mengucapkan Selamat Natal Bagian 2


Hukum Mengucapkan Selamat Natal

Hukum mengungkapkan tahniah (ucapan selamat) kepada seorang kafir, terdapat beberapa perincian:
1. Jika tahniah itu berhubungan dengan syiar agama mereka, maka itu diharamkan dan mereka yang melakukannya layak untuk dihukum ta`dzir.
Imam Khatib Asyarbini dalam kitabnya mugni muhtaj menyatakan :
وَيُعَزَّرُ مَنْ وَافَقَ الْكُفَّارَ فِي أَعْيَادِهِمْ ، وَمَنْ يُمْسِكُ الْحَيَّةَ وَيَدْخُلُ النَّارَ ، وَمَنْ قَالَ لِذِمِّيٍّ يَا حَاجُّ ، وَمَنْ هَنَّأَهُ بِعِيدِهِ
Dihukum ta`dzir mereka yang berpartisipasi dengan kaum kafir dalam hari-hari raya mereka, yang memelihara ular, yang menjerumuskan dirinya pada api, orang yang berkata kepada seorang kafir dzimmi (yang tunduk pada [pemerintahan Islam dan membayar jizyah) dan orang yang mengucapkan selamat kepadanya (kafir dzimmi) di hari rayanya.
Referensi

مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج (17/ 136(
وَيُعَزَّرُ مَنْ وَافَقَ الْكُفَّارَ فِي أَعْيَادِهِمْ ، وَمَنْ يُمْسِكُ الْحَيَّةَ وَيَدْخُلُ النَّارَ ، وَمَنْ قَالَ لِذِمِّيٍّ يَا حَاجُّ ، وَمَنْ هَنَّأَهُ بِعِيدِهِ ، وَمَنْ سَمَّى زَائِرَ قُبُورِ الصَّالِحِينَ حَاجًّا ، وَالسَّاعِي بِالنَّمِيمَةِ لِكَثْرَةِ إفْسَادِهَا بَيْنَ النَّاسِ .
حواشي الشرواني (9/ 181(
(خاتمة) يعزر من وافق الكفار في أعيادهم ومن يمسك الحية ومن يدخل النار ومن قال لذمي يا حاج ومن هنأه بعيده ومن يسمي زائر قبور الصالحين حاجا والساعي بالنميمة لكثرة إفسادها بين الناس
تحفة المحتاج في شرح المنهاج (39/ 208(
( خَاتِمَةٌ ) يُعَزَّرُ مَنْ وَافَقَ الْكُفَّارَ فِي أَعْيَادِهِمْ وَمَنْ يَمْسِكُ الْحَيَّةَ وَمَنْ يَدْخُلُ النَّارَ وَمَنْ قَالَ لِذِمِّيٍّ يَا حَاجُّ وَمَنْ هَنَّأَهُ بِعِيدِهِ وَمَنْ يُسَمِّي زَائِرَ قُبُورِ الصَّالِحِينَ حَاجًّا وَالسَّاعِي بِالنَّمِيمَةِ لِكَثْرَةِ إفْسَادِهَا بَيْنَ النَّاسِ قَالَ يَحْيَى بْنُ كَثِيرٍ يُفْسِدُ النَّمَّامُ فِي سَاعَةٍ مَا لَا يُفْسِدُهُ السَّاحِرُ فِي سَنَةٍ ، وَلَا يَجُوزُ لِلْإِمَامِ الْعَفْوُ عَنْ الْحَدِّ وَلَا تَجُوزُ الشَّفَاعَةُ فِيهِ وَيُسَنُّ الشَّفَاعَةُ الْحَسَنَةُ إلَى وُلَاةِ الْأُمُورِ مِنْ أَصْحَابِ الْحُقُوقِ مَا لَمْ يَكُنْ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ تَعَالَى أَوْ أَمْرٍ لَا يَجُوزُ تَرْكُهُ كَالشَّفَاعَةِ إلَى نَاظِرِ يَتِيمٍ أَوْ وَقْفٍ فِي تَرْكِ بَعْضِ الْحُقُوقِ الَّتِي فِي وِلَايَتِهِ فَهَذِهِ شَفَاعَةُ سُوءٍ مُحَرَّمَةٌ ا هـ مُغْنِي .
الكتاب : حاشية الرملي ج4 ص162
وإطلاق كثيرين أو الأكثرين يقتضي أنه يعزر يعزر موافق الكفار في أعيادهم ومن يمسك الحية ويدخل النار ومن قال لذمي يا حاج ومن هنأه بعيد ومن سمى زائر قبور الصالحين حاجا قوله كما في تكرر الردة وشارب الخمر ومن شهد بزنا ثم رجع حد للقذف وعزر لشهادة الزور

Bahkan hal ini bisa menjerumuskan kepada kekafiran jika disertai niat untuk mengagungkan hari raya mereka. Al Imam Bulqini ketika ditanya mengenai seorang muslim yang berkata kepada kaum kafir di hari raya mereka “Ied mubarok” (selamat hari raya), apakah dia menjadi kafir atau tidak ?, beliau menjawab :
إن قاله المسلم للذمي على قصد تعظيم دينهم وعيدهم فإنه يكفر، وإن لم يقصد ذلك وإنما جرى ذلك على لسانه فلا يكفر لما قاله من غير قصد.
Jika perkataan tersebut dikatakan seorang Muslim kepada kafir dzimmi dengan niat mengagungkan agama mereka atau hari raya mereka maka ia menjadi kafir, sedangkan jika ia tidak bermaksud demikian, dan perkataan itu hanya ucapan lisan belaka maka ia tidak menjadi kafir dengan perkataan yang dikatakan tanpa maksud
Perkataan beliau “tidak menjadi kafir jika ucapan itu dikatakan tanpa maksud” bukan berarti bahwa hal itu adalah boleh, sebab yang ditanyakan di atas adalah masalah kafir atau tidak, bukan boleh atau tidak. Dan mengenai haramnya tahniah tersebut telah jelas disebutkan diatas bahwa pelakunya layak untuk dihukum.
Referensi :
مواهب الجليل في شرح مختصر الشيخ خليل (18/ 27(
وَسُئِلَ الْبُلْقِينِيُّ عَنْ رَجُلٍ ظَلَمَهُ مُكَّاسٌ ظُلْمًا كَثِيرًا فَقَالَ الرَّجُلُ : الَّذِي يَكْتُبُهُ فُلَانٌ الْمُكَّاسُ مَا يَمْحِيهِ رَبُّنَا .
مَا يَلْزَمُهُ ؟ فَأَجَابَ إذَا لَمْ يَقْصِدْ بِذَلِكَ عَدَمَ تَعَلُّقِ قُدْرَةِ الرَّبِّ فَإِنَّهُ لَا يَكْفُرُ سَوَاءٌ قَصَدَ أَنَّ الْمُكَّاسَ شَدِيدُ الْبَأْسِ يُصَمِّمُ عَلَى مَا يَكْتُبُ أَوْ لَمْ يَقْصِدْ ذَلِكَ فَإِنْ قَصَدَ أَنَّ رَبَّنَا لَا يَقْدِرُ عَلَى مَحْوِهِ فَإِنَّهُ يَكْفُرُ وَيُسْتَتَابُ فَإِنْ تَابَ وَإِلَّا ضُرِبَتْ عُنُقُهُ .
وَسُئِلَ عَنْ مُسْلِمٍ قَالَ لِذِمِّيٍّ فِي عِيدٍ مِنْ أَعْيَادِهِمْ : عِيدٌ مُبَارَكٌ عَلَيْك .
هَلْ يَكْفُرُ أَمْ لَا ؟ فَأَجَابَ إنْ قَالَهُ الْمُسْلِمُ لِلذِّمِّيِّ عَلَى قَصْدِ تَعْظِيمِ دِينِهِمْ وَعِيدِهِمْ فَإِنَّهُ يَكْفُرُ ، وَإِنْ لَمْ يَقْصِدْ ذَلِكَ وَإِنَّمَا جَرَى ذَلِكَ عَلَى لِسَانِهِ فَلَا يَكْفُرُ لِمَا قَالَهُ مِنْ غَيْرِ قَصْدٍ .
2. Jika tahniah tersebut berhubungan dengan hal-hal keduniaan, seperti ungkapan selamat atas kelahiran anak, pernikahan dan yang sejenisnya. Dalam masalah ini ulama berselisih pendapat :
Al Imam Ibnu Qudamah Al Hanbali dalam kitabnya Assyarhul Kabir menyatakan :
)مسألة) (وفي تهنئتهم وتعزيتهم وعيادتهم روايتان) تهنئتهم وتعزيتهم تخرج على عيادتهم فيها روايتان (إحداهما) لا نعودهم لان النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن بداءتهم بالسلام وهذا في معناه (والثانية) تجوز لان النبي صلى الله عليه وسلم أتى غلاما من اليهود كان مريضا يعوده ..اه
Masalah : Mengenai Tahniah (ucapan selamat), ta`ziyah (ungkapan bela sungkawa) dan menjenguk mereka (kafir dzimmi) terdapat dua riwayat. Tahniah dan Ta`ziyah dikiaskan hukumnya dengan menjenguk. Dan mengenai hukum menjenguk mereka, terdapat dua riwayat.
Pertama, kita tidak menjenguk mereka karena Nabi SAW melarang untuk memulai mengucapkan salam kepada mereka dan menjenguk memiliki makna yang sama dengan salam.
Kedua, diperbolehkan, karena Nabi SAW mendatangi seorang pemudia Yahudi yang sakit untuk menjenguknya …
Referensi :
الشرح الكبير لابن قدامة - (ج 10 / ص 617(
(مسألة) (وفي تهنئتهم وتعزيتهم وعيادتهم روايتان) تهنئتهم وتعزيتهم تخرج على عيادتهم فيها روايتان (إحداهما) لا نعودهم لان النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن بداءتهم بالسلام وهذا في معناه (والثانية) تجوز لان النبي صلى الله عليه وسلم أتى غلاما من اليهود كان مريضا يعوده فقعد عند رأسه فقال (له أسلم) فنظر إلى أبيه وهو عند رأسه فقال أطع أبا القاسم فاسلم فقام النبي صلى الله عليه وسلم فقال (الحمد لله الذي أنقذه بي من النار) رواه البخاري
Dalam literatur kitab Hanbali yang lain disebutkan bahwa mengenai hal ini terdapat tiga pendapat;
Pertama : Haram
Kedua : Makruh
Ketiga : Boleh
Referensi
الإنصاف - (ج 7 / ص 190(
قَوْلُهُ ( وَإِنْ سَلَّمَ أَحَدُهُمْ .قِيلَ لَهُ : وَعَلَيْكُمْ ) يَعْنِي : أَنَّهُ بِالْوَاوِ فِي " وَعَلَيْكُمْ " َوْلَى .وَهُوَ الْمَذْهَبُ .وَعَلَيْهِ عَامَّةُ الْأَصْحَابِ .قَالَ فِي الرِّعَايَةِ الْكُبْرَى ، وَالْآدَابِ الْكُبْرَى : وَاخْتَارَ أَصْحَابُنَا بِالْوَاوِ .قُلْت : جَزَمَ بِهِ فِي الْهِدَايَةِ ، وَالْمُذْهَبِ ، وَمَسْبُوكِ لذَّهَبِ ، وَالْمُسْتَوْعِبِ ، وَالْخُلَاصَةِ ، وَالْهَادِي ، وَالْكَافِي ، وَالْبُلْغَةِ ، وَالشَّرْحِ ، وَالنَّظْمِ ، وَالْوَجِيزِ ، وَشَرْحِ ابْنِ مُنَجَّا ، وَالرِّعَايَتَيْنِ ، وَالْحَاوِيَيْنِ ، وَنِهَايَةِ ابْنِ رَزِينٍ ، وَمُنْتَخَبِ الْأَدَمِيِّ ، وَإِدْرَاكِ الْغَايَةِ ، وَتَجْرِيدِ الْعِنَايَةِ ، وَغَيْرِهِمْ .قَالَ ابْنُ الْقَيِّمِ فِي بَدَائِعِ الْفَوَائِدِ : وَأَحْكَامِ الذِّمَّةِ لَهُ " وَالصَّوَابُ : إثْبَاتُ الْوَاوِ .وَبِهِ جَاءَتْ أَكْثَرُ الرِّوَايَاتِ .وَذَكَرَهَا الثِّقَاتُ الْأَثْبَاتُ " انْتَهَى .وَقِيلَ الْأَوْلَى : أَنْ يَقُولَ " عَلَيْكُمْ " بِلَا وَاوٍ .وَجَزَمَ بِهِ فِي الْإِرْشَادِ ، وَالْمُحَرَّرِ ، وَتَذْكِرَةِ ابْنِ عَبْدُوسٍ ، وَأَطْلَقَهُمَا فِي الْفُرُوعِ .فَائِدَتَانِ إحْدَاهُمَا : إذَا سَلَّمُوا عَلَى مُسْلِمٍ : لَزِمَهُ الرَّدُّ عَلَيْهِمْ .قَالَهُ الْأَصْحَابُ .وَقَالَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ : يَرُدُّ تَحِيَّتَهُ .وَقَالَ : يَجُوزُ أَنْ يَقُولَ لَهُ " أَهْلًا وَسَهْلًا " وَجَزَمَ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ بِمِثْلِ مَا قَالَهُ الْأَصْحَابُ .الثَّانِيَةُ : كَرِهَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ مُصَافَحَتَهُمْ .قِيلَ لَهُ : فَإِنْ عَطَسَ أَحَدُهُمْ يَقُولُ لَهُ " يَهْدِيكُمْ اللَّهُ " قَالَ : إيشَ يُقَالُ لَهُ ؟ كَأَنَّهُ لَمْ يَرَهُ .وَقَالَ الْقَاضِي : ظَاهِرُهُ أَنَّهُ لَمْ يَسْتَحِبَّهُ ، كَمَا لَا يُسْتَحَبُّ بُدَاءَتُهُ بِالسَّلَامِ .وَقَالَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ : فِيهِ الرِّوَايَتَانِ .قَالَ : وَاَلَّذِي ذَكَرَهُ الْقَاضِي : يُكْرَهُ .وَهُوَ ظَاهِرُ كَلَامِ الْإِمَامِ أَحْمَدَ رَحِمَهُ اللَّهُ ، وَابْنِ عَقِيلٍ .وَإِنَّمَا بَقِيَ الِاسْتِحْبَابُ .وَإِنْ شَمَّتَهُ كَافِرٌ أَجَابَهُ .
قَوْلُهُ ( وَفِي تَهْنِئَتِهِمْ وَتَعْزِيَتِهِمْ وَعِيَادَتِهِمْ : رِوَايَتَانِ ) وَأَطْلَقَهُمَا فِي الْهِدَايَةِ ، وَالْمُذْهَبِ ، وَمَسْبُوكِ الذَّهَبِ ، وَالْمُسْتَوْعِبِ ، وَالْخُلَاصَةِ ، وَالْكَافِي ، وَالْمُغْنِي ، وَالشَّرْحِ ، وَالْمُحَرَّرِ ، وَالنَّظْمِ ، وَشَرْحِ ابْنِ مُنَجَّا .
إحْدَاهُمَا : يَحْرُمُ .وَهُوَ الْمَذْهَبُ .
صَحَّحَهُ فِي التَّصْحِيحِ .وَجَزَمَ بِهِ فِي الْوَجِيزِ ، وَقَدَّمَهُ فِي الْفُرُوعِ .
وَالرِّوَايَةُ الثَّانِيَةُ : لَا يَحْرُمُ .فَيُكْرَهُ .
وَقَدَّمَهُ فِي الرِّعَايَةِ ، وَالْحَاوِيَيْنِ ، فِي بَابِ الْجَنَائِزِ .وَلَمْ يَذْكُرْ رِوَايَةَ التَّحْرِيمِ .
وَذَكَرَ فِي الرِّعَايَتَيْنِ ، وَالْحَاوِيَيْنِ رِوَايَةً بِعَدَمِ الْكَرَاهَةِ .فَيُبَاحُ وَجَزَمَ بِهِ ابْنُ عَبْدُوسٍ فِي تَذْكِرَتِهِ .
وَعَنْهُ : يَجُوزُ لِمَصْلَحَةٍ رَاجِحَةٍ ، كَرَجَاءِ إسْلَامِهِ .اخْتَارَهُ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ .وَمَعْنَاهُ : اخْتِيَارُ الْآجُرِّيِّ .وَأَنَّ قَوْلَ الْعُلَمَاءِ : يُعَادُ ، وَيُعْرَضُ عَلَيْهِ الْإِسْلَامُ .قُلْت : هَذَا هُوَ الصَّوَابُ .وَقَدْ { عَادَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَبِيًّا يَهُودِيًّا كَانَ يَخْدُمُهُ .وَعَرَضَ عَلَيْهِ الْإِسْلَامَ فَأَسْلَمَ } .نَقَلَ أَبُو دَاوُد : أَنَّهُ إنْ كَانَ يُرِيدُ أَنْ يَدْعُوَهُ إلَى الْإِسْلَامِ : فَنَعَمْ .وَحَيْثُ قُلْنَا : يُعَزِّيهِ فَقَدْ تَقَدَّمَ مَا يَقُولُ فِي تَعْزِيَتِهِمْ فِي آخِرِ كِتَابِ الْجَنَائِزِ ، وَيَدْعُو بِالْبَقَاءِ وَكَثْرَةِ الْمَالِ وَالْوَلَدِ .
.
Perlu diperhatikan bahwa tahniah yang diperselisihkan ulama Hanbali mengenai hukum di atas adalah tahniah dalam masalah-masalah keduniaan. Hal ini dapat difahami dari pembahasan mereka sebelumnya mengenai tata cara bermuamalah secara umum bersama kaum kafir dzimmah. Juga dapat diketahui dari penjelasan ulama Hanabilah sendiri yaitu Syaikh Ibnu Qoyyim yang menjelaskan secara gamblang dalam kitabnya ahkamu ahli dzimah.
Sedangkan tahniah yang berhubungan dengan syiar kaum kafir maka hal itu tidak termasuk kedalamnya dan sudah ditetapkan keharamannya. Maka sangatlah memaksa jika kita jadikan perselisihan itu sebagai landasan untuk melegalkan tahniah kepada kaum kafir di hari raya mereka.
Syaikh Ibnu Qoyyim menjelaskan perkara tersebut dengan ungkapan yang sangat jelas dalam kitabnya ahkamu ahludz dzimmah :
أحكام أهل الذمة - (ج 1 / ص 69(
فصل في تهنئة أهل الذمة بزوجة أو ولد أو قدوم غائب أو عافية أو سلامة من مكروه ونحو ذلك وقد اختلفت الرواية في ذلك عن أحمد، فأباحها مرة ومنعها أخرى، والكلام فيها كالكلام في التعزية والعيادة، ولا فرق بينهما، ولكن ليحذر الوقوع فيما يقع فيه الجهال من الألفاظ التي تدل على رضاه بدينه، كما يقول أحدهم: متعك الله بدينك أو نَيحَك فيه، أو يقول له: أعزك الله أو أكرمك، إلا أن يقول: أكرمك الله بالإسلام وأعزك به ونحو ذلك. فهذا في التهنئة بالأمور المشتركة، وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق، مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم، فيقول: عيد مبارك عليك، أو تهنأ بهذا العيد ونحوه، فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات، وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب، بل ذلك أعظم إثماً عند الله، وأشد مقتاً من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس وارتكاب الفرج الحرام ونحوه. وكثير ممَن لا قدر للدين عنده يقع في ذلك، ولا يدري قبح ما فعل، فمن هنأ عبداً بمعصية أو بدعة أو كفر فقد تعرض لمقت اللّه وسخطه، وقد كان أهل الورع من أهل العلم يتجنبون تهنئة الظلمة بالولايات، وتهنئة الجهال بمنصب القضاء والتدريس والإفتاء تجنباً لمقت الله وسقوطهم من عينه. وإن بُلي الرجل بذلك فتعاطاه دفعاً لشر يتوقعه منهم فمشى إليهم ولم يقل إلا خيراً، ودعا لهم بالتوفيق والتسديد فلا بأس بذلك، وبالله التوفيق.
Fasal mengenai tahniah kepada ahluz dzimmah atas pernikahan, kelahiran anak, sambutan kedatangan, atau keselamatan dari sesuatu yang dibenci, dan semisalnya.
Riwayat dari Imam Ahmad berbeda mengenai hal ini, beliau memperbolehkannya di satu waktu dan melarangnya di kali yang lain. Pembahasan di dalamnya serupa dengan pembahasan dalam masalah ta’ziyah dan menjenguk dan tidak ada perbedaan hukum antara keduanya. Akan tetapi hendaknya berhati-hati jangan sampai terjatuh pada apa yang dilakukan orang-orang bodoh dengan kata-kata yang menunjukkan keridhoan atas agama mereka sebagaimana perkataan salah satu dari mereka “Semoga Allah membahagiakan kamu dengan agamamu”… sampai perkataan “Ini adalah hukum tahniah mengenai perkara-perkara yang umum adapun ucapan selamat dalam syiar-syiar kekafiran yang khusus baginya maka itu adalah haram sesuai dengan kesepakatan ulama yaitu seperti jika memberikan selamat di hari raya mereka dan hari puasa mereka “Hari raya yang diberkahi bagimu”…sampai akhir.